Rabu, 13 April 2011

Majulah Indonesia...!!!


Postingan ini terinspirasi dari sebuah tulisan dari detik.com yang saya baca di twitter, sebuah tulisan yang berjudul "SBY Tak Rela Bangsa Indonesia Jadi Pembantu di Luar Negeri". Inti dari tulisan itu adalah, presiden bertekad memperluas lapangan pekerjaan di dalam negeri. Sebagai bangsa, sebagai sesama WNI, kita merelakan saudara kita bekerja di luar negeri untuk sektor-sektor yang professional dan skill worker. Tapi kalau arahnya ke pinata rumah tangga, kita harus berusaha, harus bertekad untuk menguranginya. Ini sudah rasa nasionalisme, rasa kebangsaan dan rasa solidaritas. Untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, SBY mengatakan proyek koridor ekonomi yang menyerap dana ribuan triliun diharapkan bisa berlanjut. Kalau itu tumbuh, pada tahun-tahun mendatang, rasanya tidak perlu saudara-saudara kita menjadi TKI apalagi di sektor jasa rumah tangga.

Menanggapi tulisan di atas, saya melihat ada sebuah niat baik dari pemerintah. Tapi apakah faktanya dapat terealisasi? Atau ini hanya akan menjadi janji-janji saja? Saya bingung melihat kinerja pemerintah yang selalu tidak pernah fokus dan tidak pernah tuntas menangani masalah di negara ini. Belum tuntas satu masalah, sudah heboh mengurusi masalah lainnya (malah sering membuat peralihan isu). Begitu seterusnya. Alhasil semuanya telihat mengambang.


Sebagai rakyat, saya sadar, tidak seharusnya saya terus menerus mengkritik dan menyalahi pemerintah. Tapi pesimis rasanya melihat cara penyelesaian yang selalu terkesan aneh dengan hukum yang sering membuat kita tercengang. Segenggam kekuasaan lebih berarti dari sekeranjang kebenaran, dimana penguasa bisa merubah sejarah dan memutarbalikkan fakta. Bukan rahasia lagi, banyak fakta dimana ketika pemerintah dianggap tidak cukup capable oleh sebagian besar kelompok masyarakat, maka setiap kebijakan publik yang diputuskan tidak akan efektif dalam menyelesaikan setiap masalah publik yang dihadapi. Disintegrasi politik sebagai wujud ketidakpuasan terhadap kinerja (performance) pemerintah juga turut mengurangi dukungan komunitas politik.

Saya dengan lantang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara aneh! Bukan saya tidak cinta dengan negara ini. Kakek saya adalah pejuang kemerdekaan. Darah membela bangsa, mengalir deras di dalam tubuh saya. Saya melihat keanehan di negara ini melalui jurang kehidupannya. Yang hidup miskin melarat banyak, yang kaya raya pun tak kalah banyaknya. Bisa digambarkan tentang kapabilitas simbolik, para elit politik gagal melakukan empati diri di tengah kemiskinan yang berlangsung akut. Mereka hidup dengan gaji dan gaya yang berkecukupan bahkan lebih, sementara pada waktu bersamaan sebagian besar masyarakat hidup dalam kekurangan dan penderitaan yang mengenaskan. Dimana letak hati nurani elit politik kita? Ntah lah. Banyak ketidakadilan yang harus diemban oleh rakyat. Kasus yang menjepit rakyat miskin dibiarkan berlarut-larut tanpa kejelasan dari pemerintah. Meskipun ada perubahan pada masa reformasi, tapi orientasi yang menempatkan pejabat publik dan birokrasi sebagai penguasa dibandingkan sebagai abdi rakyat masih belum cukup kuat.

Saya sudah kehabisan kata-kata untuk melukiskan keadaan negara ini. Negara yang mempunyai potensi besar sebagai negara pengekspor, malah terbalik menjadi pengimpor tertinggi dunia. Negara yang seharusnya kuat, malah menduduki urutan 3 besar negara terkorupsi di dunia. Kekayaan sumber daya alam yang kita miliki sangat berpotensi, namun kenapa kita masih tetap miskin dan terbelakang? Selain rendahnya kemampuan teknologi, kurangya tenaga kerja yang terampil, problema terbesar lainnya adalah ketiadaan elit politik yang bersih dan mempunyai integritas. Korupsi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa korupsi adalah satu bentuk surviving in life dan way of life masyarakat Indonesia. Oh Tuhan! Korupsi justru memiskinkan negara dan masyarakat dalam skala luas. Jadi, apakah kita harus bangga atau malu sebagai warga negara Indonesia?

Menurut saya, wajar saja kalau negara-negara luar sering menyepelekan bangsa Indonesia. Budaya politik yang masih tetap bercorak patrimonial, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan dan sangat paternalisik justru menyebabkan bangsa Indonesia sering mendapat perlakuan tidak adil dan dipandang sebelah mata. Kasus dengan negara tertangga contohnya yang tidak pernah kunjung usai sampai sekarang. Kenapa mereka sering sekali menyepelekan Indonesia? Karena kita tidak tegas! Salah siapa? Ya salah kita! Kenapa kita bodoh dan miskin? Itu saja intinya. Bangsa kita hanya jadi kacung yang disiksa, dijajah, jadi hamba dan kuli. Sungguh ironis.

Kasus lain yang sempat membuat saya makan hati, ketika ingin membuat visa ke Perancis. Kebetulan ibu saya memakai jilbab. Pemerintah Perancis membuat peraturan bahwa pas photo harus memperlihatkan telinga. Sebagai seorang muslim, hal ini benar-benar tidak bisa saya terima. Telinga adalah salah satu aurat bagi kaum wanita. Apakah etis, gara-gara mau ke Perancis, seorang muslimah harus menanggalkan jilbabnya? Saya kesal dengan peraturan ini. Kenapa pemerintah Indonesia diam saja? Seharusnya hal ini bisa dirundingkan baik-baik dengan pemerintah Perancis agar dapat memberi toleransi sedikit dan menghormati warga Indonesia yang mayoriti adalah kaum muslim. Pemerintah Indonesia seharusnya tegas memberlakukan peraturan yang kuat juga. Disini kita terkesan kita takut, angguk-angguk, iya iya saja dengan peraturan yang datangnya dari luar. Sampai kapan bangsa ini mau diatur dan disemena-menakan negara lain? Coba tanya hati kita sendiri...

Pengalaman Membuat Surat Keterangan Berbadan Sehat Jasmani dan Rohani serta Bebas Narkoba di RSU Pirngadi Medan

Tanggal 26 Juli 2019, sekitar jam 9 pagi saya mendapat WA dari bagian kepegawaian kampus untuk melengkapi berkas salah satunya adalah mengur...