Jumat, 13 Agustus 2010

my day

14.08.2010 (tepat dua tahun yang lalu) saya di wisuda Magister. Berbeda dengan setahun yang lalu, ada perayaan kecil sebagai ritual di dalam keluarga saya. Ucapan selamat dari saudara dan sahabat dekat menjadi motivasi saya untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya. Di perayaan kedua ini, banyak pengalaman dan pengajaran yang saya dapatkan terutama selama merantau belajar di negara orang. Menjadi seorang perempuan yang mandiri, jauh dari Ayah-Bunda, harus pandai mengatur keuangan dan pengeluaran, mengatur waktu antara belajar dan santai, berfikir yang mana menjadi prioritas mana yang tidak, telah banyak merubah hidup saya ke arah yang lebih baik.
Sebelum memutuskan untuk kuliah ke luar, saya termasuk anak yang manja. Semua keperluan saya dibantu oleh bibik. Saya hanya tahu terima beres. Namun semenjak merantau, saya mencuci baju saya sendiri. Dalam keadaan letih pulang kuliah, saya sempatkan juga mencuci dan menjemur (memilih-milih tempat agar tidak terkena hujan) baju-baju kotor itu. Kalau tidak saya, siapa lagi? Tidak ada bibik di asrama. Walaupun di asrama tersedia fasilitas laundry, tapi saya lebih memilih mencuci baju saya sendiri. Pulang ke Medan, ritual ini masih terus saya jalani sampai sekarang. Ketika bibik memutuskan untuk berhenti menjadi pembantu, semua tugas rumah otomatis berganti kepada saya. Menyapu, mengepel, menyikat kamar mandi, masak (makanan paling simple sih hehehe), merapikan rumah dan kamar, saya kerjakan sendiri. Banyak teman-teman yang tidak percaya dengan kegiatan ritual saya ini. Yang mereka tahu saya adalah perempuan yang senang nongkrong dan jalan-jalan. Ayah-Bunda sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Pergi pagi dan pulang sore, malah Ayah melanjutkan prakteknya setelah Magrib. Saya sangat maklum dengan keadaan orang tua saya yang seperti ini. Maka itu, saya menyebut mereka ’selebriti kota Medan’.

Bunda ; saya mempunyai banyak nama panggilan buat beliau. ’Bunda’, ‘Dudut’, ‘Ndut’ dan ‘Ibusuri’. Bunda banyak mengajarkan saya tentang segalanya tapi yang paling utama adalah tentang kedisiplinan, ketekunan dan ketelitian. Sifat Bunda ini memang diwarisi dari kakek yang seorang pejuang. Walau terkadang saya masih suka manja, namun setiap urusan yang menyangkut urusan saya, Bunda jarang ikut campur. Bunda melepaskan semuanya kepada saya dalam hal sengaja agar saya dapat menghadapi semua masalah dengan berani, dewasa, bijak, tekun dan sungguh-sungguh.

Dr. Rohani (sekarang Prof. Madya Rohani) ; beliau adalah supervisor saya ketika menuntut pendidikan Magister di USM. Beliau juga banyak mengajarkan tentang ketelitian khususnya ketika saya menulis tesis. Bagi saya, beliau adalah dosen paling perfect, sama dengan Bunda ketika mengkoreksi tulisan mahasiswanya. Dari Dr. Rohani, banyak pelajaran yang saya perolehi. Beliau mengajarkan saya bagaimana menulis dengan susunan kalimat yang benar (kebetulan tesis saya dalam bahasa Melayu), teliti meletakan tanda baca seperti titik, koma, penggunaan huruf besar, footnotes, dan tanda baca lainnya, serta teliti memeriksa kembali tulisan agar dapat diketahui apabila terdapat kesalahan ejaan di dalam penulisan. Pada awal menulis tesis, banyak sekali coretan-coretan merah dari Dr Rohani. Saya senyum membacanya komen-komen dari Dr. Rohani, dan di dalam hati berkata ‘sebegitu parahnya kah saya?’. Tidak ada perasaan down ketika melihat coretan-coretan merah ini. Bagi saya, ini lah proses belajar agar menuju yang lebih baik. Dari situ saya sadar bahwa menulis dengan baik itu tidak mudah. Kelihatannya saja sepele, tapi nyatanya penuh dengan tantangan. Hal-hal ini lah yang menyadari saya dan menjadikannya sebagai sesuatu yang sangat-sangat penting yang saya rasakan manfaatnya sekarang. Saya coba terapkan ilmu ini kepada mahasiswa saya di kampus ketika mereka mendapatkan tugas essay pada mata kuliah saya. Awalnya mereka sedikit protes karena belum pernah mendapatkan seorang pengajar yang sedetail saya dalam mengkoreksi tugas mereka. Namun pelan-pelan, mereka mulai mengikuti ‘permainan’ saya dan mereka pun mulai belajar untuk teliti, cermat dan tekun.

Di dalam hidup saya, saya termasuk perempuan yang santai. Saya lebih senang jalan-jalan atau traveling dibandingkan membaca buku. Bagi saya, belajar tidak harus dari buku. Kita bisa belajar dimana saja, kapan saja dan melalui apa saja. Seperti prinsip hidup saya “alam takambang jadikan guru”. Beruntung sekali saya memiliki orang tua yang sangat demokratif. Mereka tidak pernah melarang hobi saya melanglang buana berpergian. Yang penting bagi mereka, saya selalu memberi kabar dan bisa menjaga diri.

Oleh-oleh dan pengalaman dari jalan-jalan yang saya dapat, telah mengajarkan saya melihat realitas kehidupan masyarakat sebenarnya, yang otomatis hal ini akan menjadi bahan perbandingan dengan keadaan di negara/kota saya yang masih banyak harus diperbaiki. Apa yang baik, bolehlah kiranya ditiru. Melihat pesatnya kemajuan negara orang, tetapi negara sendiri masih jauh tertinggal, menggoreskan kepada satu mimpi saya yang ingin saya wujudkan suatu hari nanti yaitu menjadi seorang Presiden atau Menteri Pendidikan. Dengan misi memperbaiki keadaan negara menjadi lebih baik dari semua sektor kehidupan agar suatu saat seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati semua fasilitas dan kemudahan seperti di negara maju. Sungguh miris, sudah 65 tahun merdeka Indonesia masih banyak tertinggal karena selama ini orientasi pemerintah hanya memperkaya dirinya sendiri dibandingkan untuk rakyat. Inilah yang harus dirubah. Tuhan menganugerahkan kekayaan alam yang melimpah ruah di negara ini tetapi kenapa Indonesia yang seharusnya bisa menjadi negara kaya di dunia tapi kenyataannya menjadi negara miskin? Kenapa kesenjangan sosial sangat timpang terjadi di negara ini?

Mimpi menjadi seorang Menteri Pendidikan terilham ketika saya menulis tesis tentang pendidikan dasar anak-anak Indonesia. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang paling terpenting dan wajib dipenuhi. Terpenuhinya pendidikan dasar yang berkualitas, mampu melahirkan pembentukan karakter bangsa yang baik. Namun untuk membangun pendidikan yang memberdayakan serta mencerahkan di negara ini, kenyataannya masih sangat jauh. Biaya pendidikan di negara ini sangat mahal sedangkan masyarakat Indonesia banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebuah kritikan yang akan saya sampaikan, mengapa semakin tinggi pendidikan di Indonesia justru biayanya semakin mahal? (Biaya S3 lebih mahal dari S2 dan S1). Namun di negara luar hal ini bertolak belakang. Warganya yang mengecap pendidikan semakin tinggi, diberikan biaya yang murah malah terkadang gratis. Untuk menikmati pendidikan yang murah, terjangkau dan berkualitas adalah harapan bersama agar masyarakat Indonesia pandai, cerdas dan berpengetahuan.

Mendapatkan kesempatan menjadi seorang pengajar di sebuah Universitas adalah pengalaman yang sungguh luar biasa. Saya pernah merasakan gugup, kurang percaya diri, malu berdiri dan berbicara di depan kelas, pita suara sedikit bergetar ketika berbicara serta tidak berani menatap ke depan. Ketidakpercayaan diri ini sempat menjadi testimonial dari mahasiswa kepada saya. Geli juga mengenang kejadian ketika pertama kali menginjakkan kaki di kelas. Tetapi keadaan itu hanya sementara. Tidak sampai 1 bulan, rasa gugup dan demam panggung saya mulai hilang. Saya lebih confident sampai sekarang.

Walaupun pendapatan menjadi pengajar tidak banyak, tetapi semua terbayar dengan memiliki mahasiswa yang baik dan lucu. Sebagai anak bungsu, mereka semua telah saya anggap seperti adik saya sendiri. Saya merasa dekat dan akrab dengan mereka sebagai teman yang sering bercanda asal mereka tahu batasnya. Menurut saya, keakraban ini adalah hal yang jarang bahkan susah untuk diperolehi.

Tidak diduga, beberapa topik dari mata kuliah Sosiologi Komunikasi yang saya ajarkan, merupakan pelajaran terberat saya ketika kuliah S1. Sejak menghandle mata kuliah ini, saya selalu membuat revisi untuk bahan kuliah saya. Keadaan ini secara otomatis membuat saya belajar kembali dan banyak mengubah cara berfikir saya menjadi lebih kritis dan sistematis. Berbekal pengalaman dan ilmu yang terus diasah, now I am preparing run to my future is continue my PhD. I realize it is not easy to be the most and sometimes it is hard to keep on running. I work so much to keep it going although sometimes feels want to give up. To my family and my friends, please be the one I need and do not stop inspiring me. Please be the one I trust most. All I need is your love to make me stronger. Saya percaya usaha dan doa serta dukungan adalah segalanya. Berharap semua mimpi itu bisa menjadi kenyataan karena ’tidak mudah mengukir asa menjadi cita’.

Tidak ada komentar:

Pengalaman Membuat Surat Keterangan Berbadan Sehat Jasmani dan Rohani serta Bebas Narkoba di RSU Pirngadi Medan

Tanggal 26 Juli 2019, sekitar jam 9 pagi saya mendapat WA dari bagian kepegawaian kampus untuk melengkapi berkas salah satunya adalah mengur...