MASYARAKAT MINANGKABAU
Hampir seluruh masyarakat Minangkabau menganut
agama Islam. Penerapan agama Islam sangat terasa karena mereka percaya kepada
Tuhan sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam. Karena kuatnya pengaruh
Islam, orang Minangkabau juga menggunakan prinsip menurut
syarak/hukum yaitu Adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah, yang artinya adat berdasarkan kepada hukum
dimana hukum berdasarkan Al Qur’an dan hadist. Akan tetapi, sebagian lagi
masyarakatnya masih percaya kepada hal-hal gaib seperti hantu-hantu yang
dianggap mendatangkan bencana dan penyakit. Untuk membantu menghindar dari
segala bencana dan penyakit, mereka meminta pertolongan dari seorang dukun.
Pada
zaman dulu, masyarakat Minangkabau memiliki upacara-upacara yang dianggap suci,
dimana sekarang upacara tersebut telah dilupakan karena dianggap kurang sesuai
dengan ajaran Islam. Masyarakat
Minangkabau menarik garis keturunan menurut garis Ibu yang disebut dengan matrilineal. Dimana garis matrilineal
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Menarik garis keturunan dari Ibu
- Suku/marga menurut suku/marga Ibu
- Pusaka tinggi turun dari mamak ke kemenakan
- Bersifat matrilokal ; apabila seorang pria ingin melamar seorang wanita, maka ia harus datang ke rumah wanita tersebut untuk meminangnya.
- Perkawinannya eksogami ; yaitu kawin di luar suku maksudnya perkawinan antara pria dan wanita harus dari ras, suku bangsa dan klen yang berbeda.
- Memakai prinsip sehina semalu, senasib sepenanggungan yang artinya sama-sama menjaga martabat seiya sekata. Dengan kata lain berat sama di pikul, ringan sama di jinjing (susah dan senang sama dirasa).
Di dalam masyarakat Minangkabau kedudukan ayah hanya dianggap
keluarga lain dari keluarga istri dan anaknya. Demikian juga halnya seorang
anak dari seorang laki-laki akan termasuk keluarga lain dari ayahnya. Maka dari
itu peran keluarga batih menjadi luntur dan bukan merupakan kesatuan yang
mutlak. Dengan kata lain keluarga batih hanya memegang peranan dalam hal
pendidikan dan masa depan anak-anak, jadi bukan untuk pembangunan keturunan.
Sekelompok keluarga yang sekaum/satu turunan membentuk keluarga kecil yang
dibentuk atas dasar prinsip di atas yang disebut dengan paruik.
Mengingat ayah dianggap keluarga lain, kepentingan keluarga
jatuh dan diurus oleh ninik mamak. Mamak yaitu saudara laki-laki
pihak ibu. Tanggung jawab dan pimpinan untuk memperhatikan kepentingan keluarga
sangat berperan kepada mamak. Lain halnya di masyarakat, unsur pimpinan di
kalangan masyarakat Minangkabau terkenal dengan sebutan tigo tungku sejerangan yang terdiri dari kalangan Pemuka agama/
ulama, Ninik mamak, Cadaik candakio.
Salah satu ciri orang Minangkabau adalah gemar merantau yang
mencerminkan sifat kemandirian dalam menghadapi tantangan hidup yang
mengakibatkan mereka terkenal memakai prinsip Alam Takambang Jadikan Guru, yang berarti dalam menjalani hidup
kita harus banyak belajar dari pengalaman, karena penalaran dan pengalaman
adalah guru yang baik.
Pada
umumnya kegemaran merantau ini disebabkan karena :
- Tanah pertanian tidak cukup memberi hasil atau mereka sadar bahwa dengan bertani mereka tidak dapat menjadi kaya.
- Laki-laki Minang yang tidak berhak menggunakan tanah warisan untuk kepentingan sendiri sehingga mencari tanah di tempat lain.
- Dengan kegiatan merantau ini, mereka dapat bekerja di sektor perdagangan, industri, dan juga dapat mendapat kesempatan untuk menjadi pegawai di pemerintahan maupun di swasta.
Sebagian
besar orang Minangkabau menganut agama Islam. Panutan hidup mereka berdasarkan
apa yang diajarkan oleh agama Islam. Akan tetapi ada juga sebagian
masyarakatnya percaya pada hantu-hantu, puntianak yang dianggap mendatangkan
bahaya. Selain itu terdapat pula kepercayaan menggasing yaitu meminta tolong seseorang untuk merugikan orang
lain dengan cara gaib.
Di
masyarakat Minangkabau dahulu, terdapat beberapa upacara seperti :
Akan tetapi kesemua upacara tersebut telah
ditinggalkan oleh masyarakat Minangkabau karena dianggap kurang penting bagi
umum, dan kurang sesuai dengan ajaran Islam. Sistem Kekerabatan
- Upacara tabuik ; upacara memperingati kematian Hasan dan Husain di padang Karabela.
- Upacara kitan dan katam ; upacara yang berhubungan dengan peringatan peralihan dalam lingkaran hidup manusia seperti upacara turun tanah dan upacara kekah.
- Upacara selamatan untuk orang yang telah meninggal dunia.
Masyarakat
Minangkabau menarik garis keturunan dari ibu yang disebut dengan matrilineal. Ibu atau kaum wanita
mendapat kedudukan utama yang harus dihargai bagi kehidupan dimana dapat
dilihat dari dua generasi di atas ego laki-laki dan satu generasi di bawahnya
sehingga menghasilkan :1= ibunya ibu2= saudara perempuan dan laki-laki ibunya ibu3= saudara laki-laki dan perempuan ibu4= anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan
ibu ibunya ego5= saudara laki-laki dan perempuan ego6= anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan
ibu7=anak laki-laki dan perempuan saudar perempuan ego8= anak laki-laki dan perempuan anak perempuan
saudara perempuan ibunya ibu Hal
ini juga berlaku pada pembagian harta warisan dimana anak perempuan adalah
orang yang paling diutamakan karena ia
lebih berhak dari anak laki-laki. Berbeda di dalam pemerintahan dan politik.
Anak laki-laki adalah orang yang berhak mengambil keputusan setiap ada masalah
yang harus dipecahkan.
Di dalam masyarakat Minangkabau kewajiban dan tanggung jawab tidak terletak di pundak
ayah, melainkan di pundak mamak yang merupakan saudara laki-laki dari pihak
ibu. Kedudukan ayah hanya dianggap keluarga lain dari keluarga istri dan
anaknya. Sistem Politik
Kepala
suku masyarakat Minangkabau disebut penghulu.
Selain itu dibantu juga dengan dubalang
dan manti, dimana tugas keduanya
sama-sama menjaga keamanan kampung.
Kesatuan
pemerintah suku Minangkabau terbentuk di dalam nagari dimanadi dalamnya terdiri dari beberapa kampuang dan kesatuan masyarakat yang
mengurus rumah tangganya secara otonom.
Secara
adat, sistem pemerintahan di Minangkabau dibedakan dalam dua sistem yaitu :
- Laras Bodi-Chaniago ; identik dengan tokoh Datuek Parapatiek nan Sabatang
- Laras Koto-Piliang ; identik dengan tokoh Datuek Katumenggungan
Sebagian
masyarakat Minangkabau hidup dari pertanian. Mereka mengolah sawah, menanam
sayuran di daerah yang subur. Sedang di daerah kurang subur, mereka menanam
pisang dan ubi kayu. Selain bertani mereka juga menangkap ikan sebagai mata
pencaharian utamanya.
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, pada umumnya orang Minangkabau suka merantau untuk
dapat bekerja di sektor perdagangan, industri dan menjadi pegawai. Perkembangan
sektor perdagangan di Minangkabau sudah meningkat karena dikuasai oleh orang
Minagkabau itu sendiri. Tetapi untuk sektor Industri kecil, tidak begitu berkembang
pesat. Hal ini dapat dilihat dari hasil kerajinan-kerajinan tangan yang sudah
mulai hilang dan sifatnya hanya merupakan pertunjukan bagi para wisatawan. Sistem Kesenian
Sistem
kesenian suku bangsa Minangkabau banyak mengambil ide-ide dari lingkungan. Hal
ini dapat dilihat dari :
- Seni Bangunan ; berupa rumah adat yang terkenal dengan nama rumah gadang. Rumah ini berbentuk panggung yang memanjang dan di dalamnya terdapat sejumlah ruangan. Ruangan tersebut bermacam-macam, antara lain biliek sebagai ruang tidur, didieh sebagai ruang tamu dan terdapat anjuang sebagai tempat tamu terhormat. Untuk memudahkan aktivitas keluar masuk maka pintu rumah terletak di bagian tengah. Rumah Gadang ditopang oleh kayu besar yang ada di sejumlah ruangan dengan jumlah yang banyak. Atap rumah Gadang biasanya terbuat dari ijuk dengan ciri utama lengkung atap yang disebut dengan gonjong (tanduk) yang berjumlah enam buah.
- Seni Tari ; terdiri dari bermacam-macam jenis tarian antara lain tarian waktu memasuki rumah gadang dan tarian tradisional. Jenis-jenis tarian ini biasanya diiringi lagu dengan alunan dua buah gendang dan dua buah momongan.
- Seni musik ; dapat dilihat dari alat musik khas suku Minangkabau yaitu saluang dan talempong. Saluang terbuat dari bambu yang mirip dengan suling. Sedangkan talempong terbuat dari kuningan yang terdiri dari sembilan atau dua belas deretan.
- Seni Sastra ; terkenal dengan seni sastra pantun. Di dalam pantun sering berisi nasihat untuk dijadikan panutan. Akan tetapi seni sastra ini sudah hampir tidak dipergunakan lagi.
Istana Pagaruyung pernah menjadi lambang
persatuan dan kesatuan. Pada tahun 1804 Istana Pagaruyung yang asli telah
dibakar oleh VOC, Belanda. Semua barang / benda yang berharga di dalamnya
dibawa ke negeri Belanda tepatnya di kota Den Hark. Apabila orang Minangkabau
ingin memilikinya kembali, haruslah
menebusnya dengan sejumlah uang. Hal inilah yang membuat kita heran,
mengapa harta milik kita yang telah dirampas, harus kita sendiri yang
menebusnya untuk mendapatkannya kembali.
Di
lingkungan Istana terdapat rangkaian
patah sembilan atau lebih dikenal dengan nama lumbung padi. Lumbung padi
ini berfungsi untuk menyiapkan pasokan padi demi keperluan Raja, Permaisuri dan
keluarga besar Istana.
Di
dalam istana terdapat kaca-kaca kecil yang diletakkan di setiap sisi Istana
(ruangan depan dan kamar tidur) dimana kaca ini berfungsi agar seluruh penghuni
Istana (keluarga Istana) dapat bercermin setiap saat. Bercermin setiap saat di
sini maksudnya, agar seluruh penghuni Istana sadar akan kekurangannya dengan
bercermin pada dirinya sendiri sebelum mengejek kekurangan orang lain.
Di
dalam ruangan tempat tidur, terdiri dari beberapa bilik yang diperuntukkan bagi
penghuni Istana. Dimana di dalam bilik tersebut terdapat tujuh lapis kelambu
yang warnanya bermacam-macam. Maksud atau keterangan dari tujuh lapis kelambu
merupakan perlambangan tujuh lapis langit.
Sebutan untuk orang Minangkabau asli (penduduk asli) adalah mereka yang berdomisili di daerah Batu Sangkar, Bukit Tinggi, Payakumbuh dengan adat yang agak berbeda. Sedangkan yang tidak berdomisili di luar ketiga daerah tersebut, adalah bangsa pendatang (pesisir).
Sebutan untuk orang Minangkabau asli (penduduk asli) adalah mereka yang berdomisili di daerah Batu Sangkar, Bukit Tinggi, Payakumbuh dengan adat yang agak berbeda. Sedangkan yang tidak berdomisili di luar ketiga daerah tersebut, adalah bangsa pendatang (pesisir).
Di
dalam adat perkawinan, ada suatu tradisi dimana pihak perempuan yang meminang
laki-laki yang tradisi itu disebut menjempuik. Tradisi ini dilakukan
masyarakat Minangkabau yang berdomisili di Padang kota, Pariaman, Si cincin,
Bukit batu patah. Sejarah Terjadinya Danau Kembar Cerita
ini konon berawal dari pertengkaran dua orang raja antara Cangkuanku dengan
Tiangbungkuk. Cangkuanku adalah raja yang baik hati dan sangat disukai rakyat.
Pemerintahan kerajaan saat itu belum dipegang sepenuhnya oleh Cangkuanku,
karena pada saat itu kerajaan sedang dipegang oleh ibunya yaitu Bundo Kanduang
yang memiliki kelebihan yang dapat menghilangkan ingatan dan membuat seseorang
tidak berdaya. Bundo Kanduang juga mempunyai bala tentara sangat kuat dan
hebat yang dikenal dengan nama
Cinduamato.
Di
umurnya yang sudah dewasa, Cangkuanku mempunyai seorang tunangan yang sangat
cantik bernama Putri Bungsu. Berbeda dengan Cangkuanku, Tiangbungkuk adalah
raja yang mempunyai watak dan adab yang kurang baik. Ia mempunyai anak
laki-laki yang bernama Imang Jayo. Imang Jayo memiliki kehebatan yang dapat
mengirim angin topan dan badai.
Suatu
hari ketika Imang Jayo sedang berjalan-jalan, secara kebetulan ia melihat Putri
Bungsu yang cantik itu. Ia pun merasa jatuh hati pada sang putri. Ia berusaha
untuk dapat berkenalan dan berkeinginan untuk segera memilikinya. Akan tetapi
jalan yang dilakukan Imang Jayo tidak sesuai. Ia mengambil jalan pintas dengan
menculik Putri Bungsu dan melarikannya ke Jambi.
Berita
itupun akhirnya terdengar ke telinga Cangkuanku dan Bundo Kanduang. Cangkuanku
sangat marah. Mendengar kejadian ini Bundo Kanduang langsung menurunkan bala
tentaranya untuk membantu Cangkuanku merebut kembali sang putri.
Sebelum
pergi, Bundo Kanduang mengingatkan bahwa kejadian ini bukanlah hal yang mudah
untuk segera diatasi. Bundo Kanduang bertanya kepada Cangkuanku, “ anakku apakah engkau perlu bantuan Ibu? ”
lalu Cangkuanku berkata “ tidak usah
Ibunda ”. Hati seorang ibu mana yang tidak merasa gelisah apabila anakknya
sedang mengalami cobaan?.
Akhirnya
pergilah Cangkuanku dengan tidak lupa membawa kudanya yang berwarna putih yang
bernama Gumarang, dan seekor kerbau yang bernama si Binuang. Di bawah telinga
kerbau itu terdapat Naning, berupa
kantung yang berisi lebah berbisa. Sebelum Cangkuanku sampai di tempat Tiangbungkuk,
para pengawal Tiangbungkuk banyak yang berjatuhan karena digigit oleh lebah
berbisa yang keluar dari bawah telinga sang kerbau. Melihat para pengawal yang
sudah berjatuhan, Imang Jayo terkejut dan langsung menantang Cangkuanku untuk
berkelahi. Terjadilah perkelahian diantara mereka. Cangkuanku dibantu oleh
kedua temannya yaitu kuda putih dan kerbau. Setelah terjadi perkelahian itu,
akhirnya Imang Jayo mengalami kekalahan. Mendengar hal ini, Tiangbungkuk
menjadi emosi. Ia pun keluar dan berhadapan langsung dengan Cangkuanku.
Pertarungan pun berlangsung dengan hebatnya. Pada pertarungan ini, bala bantuan
tentara Cangkuanku tidak ikut campur. Sementara Cangkuanku dan Tiangbungkuk
berkelahi, bala bantuan seperti kuda, kerbau, dan beberapa orang bala tentara
membawa putri bungsu kembali ke daerah asalnya.
Ketika
berkelahi, Tiangbungkuk berkata kepada Cangkuanku “ Wahai Cangkuanku, engkau tidak dapat membunuhku, karena aku hanya
dapat dibunuh dengan keris berpatah tujuh yang terletak di bubungan Istana ”.
Perkelahian itupun terus berlanjut dan pada akhirnya Tiangbungkuk tidak
sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadarkan diri itulah kemudian Cangkuanku
mengambil kesempatan untuk mengambil keris berpatah tujuh. Akhirnya dengan
gigihnya, Cangkuanku dapat mengambil keris itu. Tak lama kemudian Tiangbungkuk
sadar dari pingsannya. Ia terbangun dan terkejut melihat keris berpatah tujuh
itu sudah berada di tangan Cangkuanku. Pertarungan kembali terjadi sampai
akhirnya ke daerah Minangkabau yaitu sebuah daerah yang terletak diantara danau
tersebut.
Berakhirnya
pertarungan itu ditandai dengan matinya Tiangbungkuk karena Cangkuanku berhasil
menancapkan keris berpatah tujuh itu ke tubuh Tiangbungkuk. Dari tubuh
Tiangbungkuk mengalir darah yang berwarna putih. Setelah kejadian itu,
kemenangan sekarang berada di tangan Cangkuanku.
Kerbau
yang menjadi teman Cangkuanku, mandi di sebuah kubangan. Dari kerbau yang
mempunyai kekuatan sakti itu tiba-tiba kubangan tersebut berubah menjadi sebuah
sebuah danau. Danau tersebut terletak di sebelah atas. Sehingga disebut Danau
di ateh. Lalu kerbau tersebut pindah ke kubangan yang berada di sebelahnya.
Maka akhirnya kubangan tersebut lama kelamaan menjadi danau pula. Kali ini
danau tersebut terletak di bawah. Sehingga disebut dengan danau di bawah.
Sebutan untuk gabungan kedua danau ini lebih tepatnya adalah danau kembar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar