-Manila (2008)
Terbang ke negara ini juga sama penasaran dengan ke Brunei Darussalam. Kalau dulu jaman SD sering ngapalin negara-negara ASEAN, kayaknya Manila seru nih di jelajahi juga. Setelah mengebut mengerjakan BAB IV thesis, akhirnya pergi sesaat buat ga mandang yang namanya thesis dulu deh. Akhirnya nekad beli tiket pesawat. Alhamdulillah selalu dapat tiket PP berkisar RM300an. Sebelum berangkat, saya selalu survey objek wisata dan hotel dari internet. Heboh berniat menukar ke dalam Peso namun ternyata susah. Saya yang saat itu sedang berada di Medan, akhirnya cerita Kaisar untuk mencari Peso di Money Changer Medan. Awalnya Ibusuri tidak setuju saya berangkat ke Manila karena menurut beliau ntah kota apa itu. Tapi Kaisar malah mengizinkan supaya saya tau bagaimana rasanya hihihi dan Ibusuri angek :P
Akhirnya dapat 1 money changer di daerah Kesawan, tapi itu pun jumlahnya tidak banyak. Kata Kaisar tidak masalah, yang penting ada duit kecil di dompet untuk ongkos dan makan. Oh iya pulak la ya awak pikir. Menurut survey yang saya baca,ternyata di Manila bisa menggunakan US Dollar. Oh berarti sisanya bisa menggunakan US Dollar aja nih. Setelah mendapat beberapa uang Peso yang sebenaranya sudah cukup untuk hotel, makan dan transport, Kaisar menyuruh Ibusuri menambahkan uang jajan saya dalam US Dollar, ajiiiiip hahaha ^^
Sampai di Penang, pesan tiket pesawat dan hotel. Untuk urusan hotel, saya mencoba menghubungi teman Kaisar seorang berkebangsaan Filiphina untuk bertanya-tanya. Saya mencoba mencari di friendster (dulu zamannya masih FS) namanya om Noel Binayas dan akhirnya ketemu. Saya menulis di inbox beliau dan bercerita ingin ke Manila. Akhirnya kami bertukar nomor HP. He's so amazed at me. Karena beliau adalah teman lama Kaisar sewaktu di Jepang dan mereka juga sudah lama lost contact. Akhirnya saya pun menjadi tali kasih antara Kaisar dan Om Noel Binayas. Om Noel Binayas terkejut melihat saya sudah besar, karena yang beliau tau dulu sewaktu mereka masih di Jepang, saya masih berusia 5 tahun.
Karena susahnya mencari hotel tanpa kartu kredit, akhirnya om Noel Binayas yang memesankan hotelnya. Akhirnya dapatlah sebuah hotel yang dekat sekali dengan beberapa objek wisata kota lama. Perjalanan ke Manila sepertinya tidak bisa dibilang backpacker beneran, karena kami menginap di hotel borju karena kata Ibusuri, om Noel Binayas adalah orang kaya yang terkenal branded.
Settled soal tiket dan hotel, akhirnya tiba hari H berangkat. Personil kali ini hanya diisi oleh saya dan Xara. Seperti biasa, rute ditempuh dari Penang-KL naik bis, sampai pudu naik bus ke LCCT. Waktu itu, flight ke Manila berangkat pagi. Setelah sarapan, check in, imigrasi, akhirnya berangkat. Karena selama di Penang jarang bertemu cowok cakep (bayaeh bah T.T), akhirnya di ruang tunggu, saya melihat dua orang pria keren. Yang satu tinggi yang satu agak pendek. Sepertinya mereka orang Manila, dan benar, saya melirik paspornya ^^ Oi bang Christian Bautista, cakep-cakep banget deh warga negaramu hihihi :D
Ternyata saya dan Xara satu row sama si dua pria keren ini. Penerbangan waktu itu hanya di isi dua kursi saja. A dan C. Jadi untuk kursi B kosong. Saya dan Xara di kiri sementara si duo ganteng di kanan. Karena mengantuk dan penerbangan juga 3 jam, akhirnya setelah makan di flight, saya memutuskan tidur. Tapi gimana sih bisa tidur kalau ada 2 pria unyu di sebelah? Akhirnya saya berusaha maintain tidur supaya tidak tidur komodo dragon wahahaha :D
Beberapa kali terbangun karena goncangan, saya melirik ke arah 2 pria unyu ini. Mereka sedang tertidur menggunakan kacamata hitam. Ok, lanjut tidur lagi. Ga lama saya terbangun dan lagi-lagi saya melirik. Tapi lirikan saya kali ini menyanyat hati. Si pendek duduk di kursi B dan sedang bersandar ke si tinggi di kursi A, dan si tinggi memeluknya. Hiks ternyata mereka >.< *no comment*
Begitu memijakkan kaki di airport Manila, hati saya hampa dan kosong (caelaaaah kecewa gitu ceritanya). Sewaktu proses imigrasi, saya melihat mereka berdua lagi. Isss malasnya, tapi ya sudahlah :( Ketika selesai mengambil bagasi, saya berjalan menuju pintu keluar untuk mencari bis yang akan membawa ke pusat kota. Di airport Diosdado Macapagal tersedia peta jalan untuk turis. Kebetulan airport ke tengah kota agak jauh yaitu 2 jam -.- Jadi begitu naik bis, saya sempat tertidur kerana pemandangannya juga ga asik, hanya sebuah desa-desa gitu.
Hampir sampai di Pearl of Manila. Manila ini seperti fotokopi Jakarta. Ada bagian-bagian utara, selatan, barat, pusat dan timurnya. Bis airport ini menuju ke Makati, ibaratnya ke Jakarta Selatannya deh. Sementara hotel saya di Pearl of Manila yaitu di Jakarta Pusatnya. Sampai di stasiun bis, asli bingung dengan kondisi sekitar, mana orangnya seram-seram lagi -.- Ketika saya mencoba berbahasa Inggeris, mereka dengan santai menjawab dengan bahasa Tagalog. Ya elaaaah >.< ini menjadi alasan karena wajah Indonesia saya mirip dengan mereka. Apalagi saya tidak mengenakan jilbab yang bisa dikenali sebagai Malaysian atau Brunei. Akhirnya kami makan di Wendy's dan mencari taxi ke hotel. Ini menurut instruksi om Noel Binayas. Sampai airport, cari bis ke terminal, ambil taxi ke hotel.
Ketika on the way ke hotel, saya sempat melihat sebuah pom bensin terbakar. Jalanan otomatis jadi rusuh, apalagi Manila sama semrautnya seperti Indonesia. Sang supir sepertinya sedang sibuk menceritakan kebakaran itu namun menggunakan dalam bahasa Tagalog. Saya mau jawab apa donk selain yes yes doank -.- Melihat jalanan di Manila, melihat kereta api yang orang-orangnya macam belacan semua di dalam, malah membawa saya sedang berada di Jakarta. Saya juga melihat beberapa pusat perbelanjaan elit namun timpang dengan keadaan masyarakat miskinnya. Banyak anak jalanannya, ada seorang ibu mencuci baju di pinggir jalan menggunakan air genangan, melihat keluarga miskin tinggal di banterai sungai :(
Sampai di hotel sudah sore. Check in, bersih-bersih, solat dan makan. Kami memutuskan untuk tidak keluar malam itu. Kebetulan saya membawa kompor listrik jadi kami memutuskan untuk masak saja. Kan backpacker hahaha. Melihat ke depan hotel, ternyata benar, hotel kami berada di kawasan Manila lama. Om Noel sempat sms saya untuk berhati-hati selama di sana. Jangan lengah, tas selalu di depan dan jangan pulang malam. Wah, om yang baek :)
Keesokan paginya, saya sempat bertanya soal makan pagi hotel. Si abang resepsionis bertanya apakah saya seorang muslim karena yang beliau tau warga negara Indonesia majoriti adalah kaum muslim walau tidak memakai jilbab. Saya menjawab iya. Namun ternyata makan pagi di hotel ada porknya, jadi akhirnya kami memutuskan makan waffle di McD sebelah hotel saja. Pagi itu petualangan pun dimulai. Tp eh ada apa ini? Kok rame banget sirine dimana-mana. Ketika hendak menyebrang jalan, saya melihat sekawanan polisi lewat mengawal sebuah mobil. Ternyata Ibu Presiden lewat dan melambai. Saya pun heboh ikut dada-dada donk. Bu' Presi, eke dari Endonesa loo Bu' hahaha :D
Pagi itu kami memutuskan untuk jalan kaki saja ke Rizal Park, Intramuros dan benteng Fort Santiago. Puas menjelajah kota lama, foto di monumen Rizal Park, masuk beberapa gereja tua (sempat melihat kebaktian) dan melihat benteng tua akhirnya kami putuskan untuk pulang. Menjelang sore, akhirnya kami memutuskan untuk hangout di mall saja. Proses nyari mall ini seru deh. Karena kami pengen short cut, akhirnya kami berjalan kaki menelurusi gang demi gang. Lucu ya, ngelewatin gang buat ke mall, karena kata orang-orang sekitar yang kami tanyai, mereka memberikan arahan harus melewati gang-gang ini. Ternyata sampai lah kami ke sebuah mall. Tapi kok biasa aja ya? Ga taunya, wuiiiii di dalamnya luas banget loooooh dan sempat membuat kami tersesat lupa di pintu mana kami tadi masuk. Mall ini kami juluki MalSes (Mall Sesat red). Muter-muter mencari oleh-oleh khas Filiphina yang ternyata rempong deh nek akhirnya dapat sebuah toko yang menjual oleh-oleh Filiphina. Sedikit berbahasa Tarzan karena mereka tetap membantai kami dengan bahasa Tagalog. Ketika tersesat di mall, akhirnya kami singgah sebentar duduk di Starbuck melepas lelah.
Ok saatnya pulang. Karena bingung, akhirnya kami bertanya ke bagian informasi bagaimana caranya kami pulang ke hotel. Pihak informasi menyuruh kami jalan kaki. Namun kami tetap blur karena informasi yang mereka berikan tidak jelas. Karena buta, akhirnya kami memutuskan naik taxi. Ga taunya tukang taxinya nembak dengan harga mahal. Dasar penipu >.< Sampai di hotel, saya berbicara dengan resepsionisnya kalau kami ditipu. Menyebalkan. Akhirnya si abang resepsionis memberikan kami sebuah kartu 'i've lost my way, please bring me back at hotel *****' supaya kami tidak tersesat lagi.
Keesokan harinya, niatnya berpetualang ke Quiapo sebuah daerah Islam dan katanya ada mesjid kubah emas di sana. Karena rutenya jauh, akhirnya kami mencoba naik Jeepney. Seru kayaknya. Dengan menggunakan bahasa Tarzan akhirnya kami naik juga kendaraan umum orang Manila ini. Berbekal peta sambil celingak celinguk melihat ke jalan, saya sempat bingung karena si supir melaju terlalu kencang dan saya pun bingung untuk meminta berhenti. Saya sempat berkata STOP tapi si abang supir malah sor ajeb-ajeb di depan -.- Akhirnya dengan wajah pasrah tersesat ala mamak ilang, untung ada salah satu penumpang bapak-bapak mengetok langit-langit jeepney dan berkata 'para po' dan si abang supir pun berhenti. Saya sempat bertanya 'how to say stop sir?' Bapak itu menjawab 'just say, para po'. Saya pun berterima kasih kepada bapak-bapak yang telah menyelamatkan saya dari kesesatan berkepanjangan. Begitu turun saya bingung, melihat ke peta ternyata saya tersesat jauh >.<
Akhirnya berjalan kaki menelusuri jalan. Singgah sebentar makan siang kemudian melanjutkan jalan kaki dan masih bingung. Akhirnya milih-milih orang untuk ditanyai. Dan pilihan saya jatuh kepada seorang prempuan berbaju seragam, ternyata dia adalah mahasiswa. Namanya Joy. Saya bertanya kepada Joy dimana kah kami sekarang. Ternyata kami tersesat di kawasan universitas. Ada 2 universitas di kawasan ini. Salah satunya UST (Universitas Santo Thomas) yang kebetulan salah satu tujuan destinasi kami. Wah ternyata sesat membawa nikmat hahaha. Joy mengantarkan saya ke Santo Thomas. Namun Joy tidak bisa ikut masuk karena dia memakai seragam dari kampus lain. Saya pun berterimakasih dengan Joy dan foto-foto narsis.
Masuk ke Santo Thomas, menemui satpamnya meminta izin untuk melihat kampus. Sang satpam yang kayaknya lucu membolehkan kami masuk tapi dengan syarat, tinggalkan paspor dan memberikan kartu visite untuk kami. Sang satpam bertanya how long u wanna exploring? Saya menjawab 10 minutes. Sang satpam terkekeh, 10 minutes? Are you sure? Enough?. Saya menjawab dengan senyum Yes. Selesai exploring kampus dan melihat arstitek bangunan lama, kami pun bergegas keluar dari kampus. Sekarang bingung, gimana ini caranya pulang -.-Akhirnya kami membaca jeepney ke arah Quiapo. Kami coba untuk tidak tersesat dan mencoba mengetuk langit-langit jeepney sambil berteriak PARA PO (minggir bang red). Alhamdulillah ga sesat lagi hahaha. Sampai di Quaipo makan kebab dan singgah sebentar ke gereja di depannya.
Sorenya dengan niat mencari oleh-oleh namun lagi-lagi tersesat ke pusat pasar. Aduh ada-ada aja kan? Pergi bisa, pulang selalu nyasar. Itu lebih cocok judulnya. Akhirnya saya bertanya kepada seorang ibu yang bisa berbahasa Inggeris dan beliau kebetulan mau pergi ke arah hotel kami. Alhamdulillah, ada malaikat lagi-lagi. Ketika sampai di perhentian jeepney, si ibu mengajak saya turun. Si ibu berkata 'that's ur hotel right?'. Dan ternyata benar, 'thx mam' ^^ Saya menandai areal hotel kami ada statiun kereta apinya. Akhirnya sampai juga di depan hotel, wiuh! Eh tapi, lanjut lah dulu jalan kaki ke MalSes buat beli makanan. Sampai hotel, mandi, duduk-duduk di lobi hotel enjoy ur last night in Manila mendengar live music sambil makan apel karamel yang dibeli di MalSes dan foto-foto sama si abang resepsionis hahaha.
Besok paginya kami check out awal karena flight pagi. Dari hotel, sudah dicarikan taxi untuk ke stasiun bis yang ke airport. Lagi-lagi kami tersesat karena si tukang taxi bingung dengan stasiun bis untuk ke airport. Heyah, pagi itu apa boleh buat, saya emosi sekali. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti di sebuah pusat perbelanjaan yang kebetulan memang ada perhentian bis ke airport. Alasannya karena saya tidak mau terlambat ke airport yang jauh di ujung kulon sana. Nasib lah menjadi backpacker, ternyata di pusat perbelanjaan itu menjadi destinasi terakhir eeeeee. Mana udara masih dingin, jadi kelamaan nunggu >.< Saya dan Xara ibarat menjadi si gadis penjual korek api. Ga lama berdatangan penumpang-penumpang yang lain dan datanglah si bis airport. Selamaaaaaat, tidur lah sebentar. 2 jam kemudian sampai juga ke airport. Karena airport waktu itu masih renovasi, jadi agak-agak jadi kayak korban pengungsian gitu lah penumpang-penumpangnya menunggu di luar.
Saya bertanya kepada petugas bandara 'Sir, Kuala Lumpur?' Namun si bapak menggeleng dan berkata, 'No, this is KL'. Dalam ati gue, yo olooooo pak, sama aja kalee KL ama Kuala Lumpur >.< Melihat orang Manila yang semraut, motong-motong antrian, akhirnya antrian saya pun di potong mereka. Tak mau kalah, akhirnya saya ribak sude. Saya pun ikut menyelinap dan salah seorang penumpang merepet ga jelas dengan bahasa Tagalog di belakang hahaha :P
Check in, imigrasi dan masuk ke ruang tunggu. Ketika scan tas, tas saya diperiksa. Sang bapak berkata dengan bahasa tak jelas 'pork pork'. Saya bingung, sejak kapan ada pork di tas saya? -.- Ternyata maksud beliau fork. Saya memang membawa garpu dan saya lupa membungkusnya. Jadi apa boleh buat, garpu seharga RM50 sen saya terpaksa ditinggal. Goodbye my lover, goodbye my fork, u have been the one for me ^^ Itu ceritaku, bagaimana ceritamu? :)
Jumat, 15 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengalaman Membuat Surat Keterangan Berbadan Sehat Jasmani dan Rohani serta Bebas Narkoba di RSU Pirngadi Medan
Tanggal 26 Juli 2019, sekitar jam 9 pagi saya mendapat WA dari bagian kepegawaian kampus untuk melengkapi berkas salah satunya adalah mengur...
-
Tanggal 26 Juli 2019, sekitar jam 9 pagi saya mendapat WA dari bagian kepegawaian kampus untuk melengkapi berkas salah satunya adalah mengur...
-
Stereotipe Gender (Wanita) dalam Iklan Media Massa Kebanyakan kajian-kajian yang menjadikan wanita sebagai objek pengamatannya, mendapat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar